Like This, Oke !!

Bewara

Hadirilah....
DISKUSI KEBANGSAAN JILID II "Momentum Hari Pahlawan, Upaya Membangun Bandung Berdikari"
Pembicara :
1. Drs. H. Asep Dedy Ruyadi, M.Si (Wakil Ketua DPRD KOTA BANDUNG)
2. H. Dedi Supandi, S.STP, M.Si (Ketua DPD KNPI KOTA BANDUNG)
3. Ust. Iman Setiawan Latief, SH (Ketua PD PERSIS KOTA BANDUNG)
4. Ridwan Rustandi (Ketua Hima Persis Kota Bandung
Jum'at, 16 November 2012
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)

Graties dan terbuka untuk umum!!

KOpi gratis, Snack Gratis, dll

Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422

Selasa, 19 Juli 2011

LOGIKA DAN LITERATUR: MODAL BERPIKIR KRITIS

dipublish oleh : wen's seeker id 03



Seorang muballigh Muhammadiyah pernah dikritik dalam satu pengajian. “Setiap kali ustad datang,” ujar salah seorang yang hadir, “ada saja hadis yang di-dhaif-kan. Minggu lalu ustad men-dhaif-kan hadis qunut shubuh; sebelumnya ustad menganggap bahwa hadis maulid Nabi itu mawdhu’ (hadis buatan). Sekarang ustad menyebutkan bahwa hadis tentang bilangan takbir shalat Id itu semuanya lemah. Saya khawatir bila saya terus-menerus -mengikuti ceramah ustad habislah seluruh hadis. Lalu apa yang dapat kita jadikan pedoman?”


Senin, 11 Juli 2011

'Panduan Menjadi Gila’

oleh Yoga HimaPercuy pada 12 Juli 2011 jam 0:05


Aneh kalo ada orang yang berobsesi menjadi gila, misalnya dia cari-cari buku murah di Palasari berjudul ‘Panduan Menjadi Gila’. Di situ dikesankan bahwasannya menjadi gila adalah dambaan setiap manusia. Di situ, gila dimaknai positif. Sebetulnya dengan bersikap seperti itu ia sudah melakukan praktik-praktik kegilaan, sikapnya itu sama gilanya dengan obsesinya. Singkat kata, dia sudah menjadi gila.


ISLAM DAN IDEOLOGI BANGSA

Oleh: Andi Muhammad Nurdin
(Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Persatuan Islam)

Islam merupakan konstitusi langsung dibawah Tuhan sebagai Maha raja yang harus dipuja. Islam juga merupakan jalan fitrah manusia yang memerintahkan segenap jiwa dan raga untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan Tuhan lewat juru bicara utusan dan nabi-nabi-Nya. Berbagai pendapat di kalangan cendekiawan, ulama, sampai tokoh politik juga mengatakan demikian, setidaknya pada saat masjumi masih go public di negeri ini. Namun demikian bukan karena Islam pada era tersebut menjadi musuh utama komunis dan nasionalis sehingga dapat tampil dan percaya diri membawa Islam, memang Islam merupakan konstitusi yang syumuli (menyeluruh) terhadap seluruh lapisan manusia yang ada di setiap Negara sehingga umat muslim senantiasa memegang teguh Islam sebagai basis utama ideologi pribadinya.


Sandiwara Cinta Di Era Digital

oleh Ridwan Sangkakala pada 09 Juli 2011 jam 15:01

“kau cinta aku, bukan?” seorang gadis bertanya kepada sang pacar. ‘jelas, aku sayang kamu. Lho, ko nanya gitu?’ ujar sang pacar. “ndak, aku Cuma pengen mastiin aja, kalo kamu beneran sayang ma aku.” Balik sang cewek. ‘swear, aku beneran sayang ma kamu. Kalo gak percaya belah aja dadaku’. Balas sang pacar sembari mengeluarkan jurus klasik di dunia percintaan yang udah usang. Basi.


Kamis, 07 Juli 2011

“Sajarah (Persis) Ngalangkung Miwah Nietzsche”

oleh Yoga ZaraAndritra pada 24 November 2010 jam 14:06

Nietzsche jadi cukang lantaran pikeun kuring meredih deui makna naon baé nu kaunggel dina kecap “Pembaharu”. Geus papasten ti Gusti, kuring dibabarkeun diwewengkon Persis (Persatuan Islam) meles. Nyaéta kampung Cidadap, salah sahiji puseur Persis jeung DI (Darul Islam) nu aya di Padalarang.

Rabu, 06 Juli 2011

Sekilas: Mengapa Filsafat? Di Pusat Study Hima Persis

Ke depan, Hima Persis mestinya jadi pabrik yang memproduksi wacana tidak hanya bergerak memproduksi proposal acara saja, lebih tepatnya, tidak hanya jadi EO (event Organizer) saja. Asumsi ini berangkat dari kesadaran, keringnya Persis sebagai organisasi induk memproduksi wacana baru. Selama ini, Persis terkesan hanya mereproduksi wacana lama. Praktek pengulangan wacana macam ini dituduh jadi penyebab stagnasi dunia pemikiran Persis. Karena keringnya wacana yang diproduksi Persis (sebagai organisasi induk yang membawahi beberapa otonomnya), ini berimbas pada mandeknya tradisi literasi yang sudah dibangun sejak awal, utamanya oleh A. Hasan melalui buku-bukunya atau brosur-brosurnya yang ditempel dan seringkali dengan biaya sendiri.