Like This, Oke !!

Bewara

Hadirilah....
DISKUSI KEBANGSAAN JILID II "Momentum Hari Pahlawan, Upaya Membangun Bandung Berdikari"
Pembicara :
1. Drs. H. Asep Dedy Ruyadi, M.Si (Wakil Ketua DPRD KOTA BANDUNG)
2. H. Dedi Supandi, S.STP, M.Si (Ketua DPD KNPI KOTA BANDUNG)
3. Ust. Iman Setiawan Latief, SH (Ketua PD PERSIS KOTA BANDUNG)
4. Ridwan Rustandi (Ketua Hima Persis Kota Bandung
Jum'at, 16 November 2012
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)

Graties dan terbuka untuk umum!!

KOpi gratis, Snack Gratis, dll

Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422

Minggu, 30 September 2012

Apa yang Harus (Tidak) Dilakukan? Sebuah Pembacaan Imbisil



Muhammad Ridha,  Anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP)



Judul Buku : Materialisme Dialektis: Kajian Tentang Marxisme dan Filsafat Kontemporer
Penulis : Martin Suryajaya
Penerbit : Resist Book, Yogyakarta
Tahun : 2012
Halaman : xvi + 377

‘Geist ist ein Knochen’ –Hegel, Einführung in die Ästhetik-
BUKU Martin Suryajaya kali ini, adalah mengenai Marxisme sebagai sebuah metode berpikir; tentang kelemahan prinsipil relativisme yang sekarang ini berwujud dalam rupa filsafat pasca modern; mengenai pentingnya realisme dalam filsafat sebagai upaya penyelamatan filsafat dari dirinya sendiri; catatan-catatan mengenai keterbatasan inheren pemikiran kontemporer yang bertujuan emansipatif namun tanpa landasan realis (yang secara jenaka ditampilkan Martin melalui eksplitisasi absurd atas kesimpulan pemikiran tersebut); mengenai problematika ‘hantu’ hegelian dalam tubuh epistemologi Marxisme; dan, yang tidak kalah pentingnya, mengenai pentingnya keberadaan politik pengetahuan dalam Gerakan Kiri di Indonesia kontemporer.

Alain Badiou Dan Masa Depan Komunis


Danny Pattiradhawane, anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP)


Judul Buku: Alain Badiou dan Masa Depan Marxisme

Pengarang: Martin Suryajaya
Tebal Buku: xxi + 299 hal.
Penerbit: Resist Book, Yogyakarta
Edisi: Cetakan Pertama, Agustus 2011


BUKU KARANGAN Martin Suryajaya (selanjutnya: MS) ini pantas disambut dengan antusias oleh kalangan kiri di Indonesia pada umumnya dan secara khusus di Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP). Paling tidak ada dua alasan yang melatari rekomendasi ini: pertama, MS memperkenalkan pemikiran kiri kontemporer, dalam hal ini Alain Badiou secara komprehensif. Sejauh pengetahuan saya, di kalangan aktivis kiri belum ada satu buku yang mengupas pemikiran Alain Badiou secara komprehensif. Kita pun pernah mengalami perdebatan yang tidak bermutu di mana Marx, Lenin, Trotsky dan tokoh-tokoh Marxis klasik dikutip-kutip secara serampangan, dijadikan semacam kitab suci, seolah-olah Marxisme berhenti sampai di situ. Perkembangan marxisme kontemporer yang pesat, yang sudah meninggalkan ajaran-ajaran klasik, sering kali tidak sanggup diikuti dan enggan dipelajari oleh mereka yang sudah berpuas diri dengan pengetahuan naskah-naskah klasik yang terbatas dan diselimuti oleh jargon-jargon revolusioner yang mengasyikkan.

Rabu, 26 September 2012

Proposal di Tangan Kaum Aktivis

Tak terkecuali, kader Hima Persis pun kerapkali (banyak yang) terperangkap di mata rantai yang selama ini membelenggu "kaum aktivis". Mata rantai itu berupa siklus yang tak putus-putus terus dipraktekan secara tidak sadar dan diterima sebagai pencapaian tertinggi (kebajikan tertinggi), yaitu siklus yang endingnya mengantarkan sang aktivis ke kursi kekuasaan (duduk di kursi empuk kaum birokrat).


Persepsi kebajikan macam ini secara tidak sadar telah menjadikan mereka salah satunya sebagai kader pembuat proposal, yang bisa jadi setiap saat ada dalam kondisi harap-harap cemas menunggu proposalnya di-ACC oleh penguasa. Proposal bukan lagi sekedar proposal, pada titik itu ia berfungsi sebagai alat legitimasi disayang oleh penguasa (yang punya kuasa, biasanya proposal sang aktivis diajukan pada kaum birokrat sebab mereka dipandang sebagai sang empunya; uang, link, dan lain sebagainya).


Senin, 24 September 2012

Menjernihkan Apa yang Dimaksud dengan Visi Politik Persis yang Realistik (Tambahan buat Fauzal Ihsan)

Sebetulnya ini gagasan lama, yang saya maksud dengan Visi Politik Persis yang realistik adalah saat ketika Persis mentahbiskan dirinya masuk di barisan pendukung cita-cita Natsir, namun tidak serta merta menelan bulat-bulat gagasan dan cita-cita Natsir, melainkan mengkontekstualkannya ke realitas politik hari ini.

Kita tahu, cita-cita itu adalah tegaknya syariat Islam di Indonesia (dalam bahasa lain mungkin Negara Islam Indonesia) tapi terlebih dahulu melalui jalur perjuangan konstitusional, bisa dikatakan gerakan Natsir adalah gerakan  Islam Politik  yang memilih jalur halus, berbeda dengan gerakan Kartosuwiryo yang lebih radikal dan terkesan revolusioner. 

Sejenak saya ingin mengajak kawan pembaca untuk melayangkan ingatannya ke masa lalu, terutama ke masa di mana pergumulan gagasan Islam Politik masih ramai dibicarakan.

Di era Orde Lama cita-cita Islam Politik selalu ditautkan dengan Masyumi dan di era pra kemerdekaan ditautkan kepada Syarikat Islam. Saya tidak ingin mengulas tentang SI. Langsung masuk saja ke era Orde Lama, dan Masyumi sebagai gerbong ide itu ternyata kandas dipangkas oleh Bung Karno. Masyumi dibubarkan bersama-sama dengan PSI (Partai Sosialis Indonesia).


Sabtu, 08 September 2012

Tentang Persatuan Islam: Mengafirmasi Politik Dengan Kejelasan Teori

(Tambahan untuk Yoga ZaraAndrita)

Oleh: Ihsan Fauzal Firdaus

Sekitar delapan dekade ke belakang kita menyaksikan perubahan radikal antara realitas Islam dan politik. Patut disebutkan keberadaan Pan-Islamisme sebagai pionir awal munculnya perhatian mendalam terhadap realitas politik di masa itu. Dalam literatur ke-tafsir-an kita melihat pergantian “musim” semenjak munculnya Tafsir al-Manar karya Rashid Ridha, murid terbaik Abduh. Tidak bisa terelakkan pula implikasi praksis dari perubahan paradigma tafsir ini. Di antara yang patut kita tilik adalah munculnya Ikhwan al-Muslim (Muslim Brotherhood) pada tahun 1928. Hassan al-Banna, seorang pelopor dan perumus awal bagi terjadinya Ikhwan al-Muslim, sangat terpengaruhi oleh karya-karya Ridha ini.

Senin, 03 September 2012

Persis dan Ketiadaan Visi Politik yang Realistik

Anggap saja, realitas sekarang ini adalah buku, sebagai seorang pembaca, kita kerapkali sulit untuk mengabaikannya. Mau tak mau kemudian kita membaca. Sebagai referensi untuk melangkah. Melangkah yang saya  maksud bukan melangkah sendiri-sendiri sambil abai terhadap lalu lintas peristiwa yang di belakangnya sudah selalu hadir rekayasa.

Sebut saja Isa Anshori, pernah di masa itu beliau mengemukakan gagasannya tentang pentingnya Persis (Persatuan Islam) ditransformasi menjadi Partai Politik. Namun pada akhirnya kandas sebelum terwujud. Sebabnya, itu gagasan terlalu beresiko.