oleh Ayyash Aqiel pada 14 Juni 2011 jam 16:58
Sesungguhnya KECEPATAN HIDUP
setiap orang adalah SAMA,
yaitu 60 menit per jam.
Tapi,
Kecepatan KEMAJUAN HIDUP
setiap orang TIDAK SAMA.
Ada orang yang memelihara sikap
dan perilaku yang melambankan
kemajuan hidupnya,
dan ada orang yang bersikap ramah
terhadap kebaikan
dan segera bertindak memperbaiki keadaan.
This is your life, bersegeralah.
-Mario Teguh-
Pendidikan tidak gratis..Pendidikan tidak murah..setidaknya itu yang ingin disampaikan oleh Eko Prasetyo dengan teriakannya yang tragis di buku "Orang Miskin Dilarang Sekolah". Sebuah realitas yang masih terabaikan dan kita seolah tidak mau tahu yang padahal ternyata kita orang-orang yang mengaku manusia berpendidikan, manusia yang katanya dekat dengan Tuhan atau bahkan semua itu adalah bentuk ketololan akumulatif kita yang berpeci yang kitabnya selalu dikaji dan ngakunya cinta Nabi.
Kita sering menghukum pemimpin kita dengan tuduhan (yang walaupun benar) gagal melaksanakan amanah
PASAL 31 Amandemen UUD 1945 Ayat (1) menyatakan, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan", dan Ayat (2) "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Janji pemerintah ini dikukuhkan lagi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan DPR 11 Juni 2003, yang ditandatangani Presiden 8 Juli 2003.
Juga dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) antara lain disebutkan: Pertama, "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu" (Pasal 5 Ayat (1)). Kedua, "setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar" (Pasal 6 Ayat (1)). Ketiga, "pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi" (Pasal 11 Ayat (1)). Keempat, "pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun" (Pasal 11 Ayat (2)).
Kelalaian pemimpin kita memang benar adanya, tapi tidak selayaknya kita terbius dengan sibuk mengarahkan telunjuk kita menyalahkan pemerintah tanpa ada sebuah autokritik terhadap diri sebagai manusia yang mempunyai tanggungjawab dan peran serta dalam mencerdaskan bangsa, terlebih memuliakan generasi umat Islam selanjutnya dengan cara memperbaiki dan mengembangkan pendidikan Islam.
Persatuan Islam (Persis) sebagai ormas Islam yang menempatkan mainstream gerakannya dalam bidang pendidikan dan dakwah, sudah semestinya berada di garda terdepan dalam memperbaiki dan mengembangkan pendidikan Islam. Tidak seperti kuya batok yang lambat dalam pergerakannya dan mangut-mangut saja menerima semua keputusan orang tua. Persis harus progresif memperjuangkan pendidikan kalau memang emblim perjuangannya dalam pendidikan dan dakwah, tidak berpikiran kolot, taqlid dan plin-plan seolah orang bijak banyak pertimbangan padahal banyak ketakutan yang absurd. Jangan seperti pepatah 'hidup segan matipun tak mau'.
Bukankah diawal kelahiran Persis hadir sebagai wadah dalam mengembangkan pemikiran segar tentang Islam, yang bertahun-tahun dikerangkeng dalam nama Islam Tradisional ? kehadiran Persis di Bumi Pertiwi mendobrak segala kejumudan, taqlid buta dan isme-isme maupun cara pandang jahil yang membodohkan umat serta memburamkan otentisitas ajaran Islam. Para founding father-nyapun adalah orang-orang yang tercerahkan oleh Islam dan terbebaskan dari pemikiran-pemikiran kolot dan sikap menutup diri dari wawasan-wawasan kemajuan. Persis dikenal selalu berani tampil membela dan menyatakan Haq, memegang teguh apa yang diyakininya benar sesuai ajaran Islam dan pemahaman intelektualnya yang logis, tidak pro status quo. Ironis..kini Persis terpenjarakan oleh pemikiran dan cara pandang yang selama ini dilawannya. Persis kehilangan ruh pergerakannya, tidak sama dengan wajah cerah diawal pendiriannya.
Bagaimana dalam memperjuangkan, membenahi dan mengokohkan pendidikannya, paradigma berpikirnya pun ditertawakan orang. Realitas yang konyol disamping manusia lain memperjuangkan hak pendidikannya sampai mati, kita/Persis yang ngakunya dekat dengan Tuhan masih tidak peduli dengan konteks pendidikan kita yang carut marut. Sebuah contoh, salah satu Cabang Persis di Kabupaten Bandung tidak mengakui beberapa sekolah/lembaga pendidikan Persis yang diperjuangkan bertahun-tahun dengan alasan di plang sekolah tidak tercantum tulisan 'PERSIS' padahal penyelenggara pendidikan adalah ikhwan-ikhwan Persis/Pesantren Persis sendiri. Tragis.
Nama memang penting, tapi bagaimana jadinya manakala sebuah nama tanpa ruh yang sesungguhnya. Yang ada hanya tinggal nama. Ingat PERSIS TIDAK HANYA SEKEDAR NAMA !!!!