Like This, Oke !!

Bewara

Hadirilah....
DISKUSI KEBANGSAAN JILID II "Momentum Hari Pahlawan, Upaya Membangun Bandung Berdikari"
Pembicara :
1. Drs. H. Asep Dedy Ruyadi, M.Si (Wakil Ketua DPRD KOTA BANDUNG)
2. H. Dedi Supandi, S.STP, M.Si (Ketua DPD KNPI KOTA BANDUNG)
3. Ust. Iman Setiawan Latief, SH (Ketua PD PERSIS KOTA BANDUNG)
4. Ridwan Rustandi (Ketua Hima Persis Kota Bandung
Jum'at, 16 November 2012
13.00-selesai
@AULA PP PERSIS (Jl. Perintis Kemerdekaan)

Graties dan terbuka untuk umum!!

KOpi gratis, Snack Gratis, dll

Organized BY
PD HIMA PERSIS KOTA BANDUNG
CP:085721502422

Senin, 03 September 2012

Persis dan Ketiadaan Visi Politik yang Realistik

Anggap saja, realitas sekarang ini adalah buku, sebagai seorang pembaca, kita kerapkali sulit untuk mengabaikannya. Mau tak mau kemudian kita membaca. Sebagai referensi untuk melangkah. Melangkah yang saya  maksud bukan melangkah sendiri-sendiri sambil abai terhadap lalu lintas peristiwa yang di belakangnya sudah selalu hadir rekayasa.

Sebut saja Isa Anshori, pernah di masa itu beliau mengemukakan gagasannya tentang pentingnya Persis (Persatuan Islam) ditransformasi menjadi Partai Politik. Namun pada akhirnya kandas sebelum terwujud. Sebabnya, itu gagasan terlalu beresiko.


Ada yang bilang, penolakan Persis-Politik adalah titik tolak "tanggalnya taring Persis". Bermacam-macam argumentasi penolakan terhadap gagasan itu muncul bermekaran. Meski begitu, sebagai sejarah yang sudah kadung tertulis di benak maupun di kertas, peristiwa munculnya gagasan itu, patut kita ulang baca, sampai berkali-kali, siapa tahu ada materi sejarah yang terulang, dan kita tidak lagi kelimpungan harus berbuat apa.


Ya, di tulisan ini, saya hanya ingin menunjukan betapa kondisi realitas, saat Isa Anshori mencetuskan gagasan Persis-Politik ternyata sesuai dengan realitas kini. Di mana demokrasi dirayakan begitu meriah, tidak sekedar perayaan bahkan orang-orang kini sudah mulai sadar pentingnya aspek ideologis saat berorganisasi atau berpartai. Ada semacam kemuakan terhadap praktik berpartai yang hanya sekedar membuat kartu anggota dan menjadi tim sukses.

Kemudian dialektika gagasan, kini terasa begitu penting. Orang-orang gerakan merasakan pentingnya hal itu setelah sekian lama ruang buat berdialektika ditutup dan dianggap tabu. Terutama sejak rezim orde baru dikukuhkan. Idiom yang masyur waktu itu adalah "kepatuhan", relasi yang kemudian didengung-dengungkan adalah relasi kekeluargaan, di mana Soeharto sebagai sang 'Bapa' di republik ini, yang perintah-perintahnya mesti dipatuhi haram ditentang. Hal itu menjadi tidak relevan kini, banyak orang yang mendambakan perbaikan. Mereka tak sungkan mengoreksi atau sekedar mengingatkan, jalan yang benar dan membuka lahan-lahan buat berdialektika.

Entahlah, saya  pikir pernah di satu masa tertentu ada rezim kepemimpinan di Persis yang menutup ruang-ruang dialektika, sehingga kepatuhan adalah kata kuncinya. Perintah bapa wajib dilaksanakan, istri dan anak mesti patuh. Hanya saja mungkin hal itu luput kita deteksi, atau menjadi samar karena diselebungi idiom-idiom yang berbau akhirat.

Ya, saya hanya ingin kembali membuka keran dialektika macam itu. Saat keputusan-keputusan yang menyangkut orang banyak dipermasalahkan. Misalnya mempermasalahkan kenapa di banyak tempat Persis selalu diposisikan sebagai sapi perahan oleh aktor-aktornya yang tak lain adalah pemimpin-pemimpinnya sendiri. Diombang-ambing mesti memiih partai A, B, C, D. Kadang di satu tampat suara Persis diarahkan ke Partai A, namun di tempat lainnya memilih Partai A, B,C atau D.

Persis yang kecil ini secara kwantitas, kadernya di sebar ke berbagai parpol. Namun mungkin karena Persis tak memiliki visi politik yang jelas, kader-kader yang tersebar di berbagai parpol, kecil sekali berkontribusi pada organisasi asalnya. Tentu saja hal ini wajar, sebab memang di organisasi asalnya visi politik tak dianggap penting sehingga wajar Persis kini tak punya Power Politik yang cukup memadai. Kemudian, persoalan lainnya, yaitu, banyak "kader yang berpindah rumah". Faktornya, sudah jelas, karena Persis tak memiliki visi politik yang jelas dan realistik. Politik sekedar wacana di atas kertas atau di ruang-ruang diskusi atau sekedar wacana sampingan, belum ditransformasi secara utuh ke dalam tubuh Organisasi Persis.

Karena itu pula, kita nyaris tidak mendengar ada semacam agenda penetrasi kader atau ekspansi kader ke parpol-parpol tertentu. Yang terjadi justru mungkin sebaliknya, banyak kader parpol yang disusupkan buat mengamankan "suara Persis". Jika begitu adanya, di atas kertas, mungkin Persis masuk ke dalam kategori, "sapi perahan", lumbung suara", "kantong suara" saja tidak lebih.

Mungkin ke depan, secara politik Persis tak akan lagi diperhitungkan, karena eksistensinya baik secara fungsi di masyarakat maupun secara kwantitas akan tergeser oleh ormas-ormas bikinan parpol. Saya pikir, betapa pun bobroknya parpol karena praktik-praktik korupnya. Agaknya era kejayaan parpol belum akan berakhir.




*Yoga ZaraAndritra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar