Sebagai muslim olahan tradisi
modernis, yaitu tradisi logis yang suka kadung menganggap diri sendiri benar
dan yang lain salah. Kita kerapkali susah menangkap hikmah yang berserak di
jalan.
Kali ini di salah satu televisi milik keluarga Bakrie. Ada yang menarik dari sosok seorang Nasrani bernama Martini. Secara gagasan dan kerja sosialnya beliau menginspirasi saya.
Tidak seperti pemuka agama
pada umumnya. Yang lebih senang nampang di televisi. Martini rupa-rupanya jatuh
hati pada pekerjaannya yaitu mengabdi pada kemanusiaan bukan pada popularitas
yang dikonstruksi pengiklan produk berskala massal melalui televisi.
Ia pergi ke pedalaman pulau NTT, sekitar 40 km dari Ende, untuk menjajakan idenya. yaitu mengorganisir petani local (petani padi) dan intensifikasi produk tani (padi). Rupanya Martini berhasil, produk local yang semula dianggap mustahil bakal mampu diproduksi secara maksimal tersebut pada akhirnya mampu juga.
Ia pergi ke pedalaman pulau NTT, sekitar 40 km dari Ende, untuk menjajakan idenya. yaitu mengorganisir petani local (petani padi) dan intensifikasi produk tani (padi). Rupanya Martini berhasil, produk local yang semula dianggap mustahil bakal mampu diproduksi secara maksimal tersebut pada akhirnya mampu juga.
Produk padi local tersebut
tidak hanya mampu mencukupi kebutuhan warga kampung setempat tapi juga mampu di
jual ke luar kampung. Bolehlah kita sebut, kampung yang petaninya dibina
Martini mencapai apa yang dinamakan swasembada beras.
Beragam jenis padi local yang ditanam warga kampung menembus pasar yang berada di luar kampung. Martini sendiri, selain beliau sebagai penggerak kelompok tani kampung padalaman yang dibinanya, ia juga berprofesi sebagai pemilik restoran di Ende. Produk padi local tersebut tentu saja masuk ke restauran Martini.
Menarik sekali bukan? Seorang pemuka agama, Martini namanya, tidak hanya cerdas spiritual dan pandai berorasi di dalam gereja, ia juga pandai mentranformasikan dirinya ke ruang-ruang sosial real yaitu ekonomi dan kebudayaan.
Di ranah kebudayaan. Martini menghidupkan beberapa tradisi yang hampir mati di kampung tersebut. Misalnya dengan menamai beberapa kelompok tani di kampung itu dengan nama-nama local.
Agaknya tiga ranah sekaligus oleh Martini di saling sinergikan yaitu; agama, ekonomi, dan kebudayaan. Dengan modal itu Martini berhasil menembus sekat-sekat birokrasi. Ia memperkenalkan produk tani dari kelompok-kelompok tani di kampung pedalaman yang dibinanya kepada penguasa setempat. Alhasil disambut dengan baik. Penguasa setempat akhirnya melirik kampung tersebut sebagai kampung yang memiliki sumber daya. Sehingga beberapa penguasa tertarik mengunjungi kampung tersebut.
Martini digelari pelestari pangan local, sebabnya ia telah berhasil mengintensifkan produksi padi local yang ditanam diperbukitan kampung itu.
Dari kisah Martini di atas ada satu tahapan iman yang sering kita lupakan yaitu iman yang berdimensi sosial-sistem. Artinya iman yang dimaksud tidak berhenti hanya sampai fase meyakini dalam hati dan berucap/fase individu belaka. Tapi ia mestinya, sebagai pemuka agama, mampu ditransformsikan ke ranah-ranah sosial lainnya; ekonomi, kebudayaan, dan pemerintahan, misalnya.
Beragam jenis padi local yang ditanam warga kampung menembus pasar yang berada di luar kampung. Martini sendiri, selain beliau sebagai penggerak kelompok tani kampung padalaman yang dibinanya, ia juga berprofesi sebagai pemilik restoran di Ende. Produk padi local tersebut tentu saja masuk ke restauran Martini.
Menarik sekali bukan? Seorang pemuka agama, Martini namanya, tidak hanya cerdas spiritual dan pandai berorasi di dalam gereja, ia juga pandai mentranformasikan dirinya ke ruang-ruang sosial real yaitu ekonomi dan kebudayaan.
Di ranah kebudayaan. Martini menghidupkan beberapa tradisi yang hampir mati di kampung tersebut. Misalnya dengan menamai beberapa kelompok tani di kampung itu dengan nama-nama local.
Agaknya tiga ranah sekaligus oleh Martini di saling sinergikan yaitu; agama, ekonomi, dan kebudayaan. Dengan modal itu Martini berhasil menembus sekat-sekat birokrasi. Ia memperkenalkan produk tani dari kelompok-kelompok tani di kampung pedalaman yang dibinanya kepada penguasa setempat. Alhasil disambut dengan baik. Penguasa setempat akhirnya melirik kampung tersebut sebagai kampung yang memiliki sumber daya. Sehingga beberapa penguasa tertarik mengunjungi kampung tersebut.
Martini digelari pelestari pangan local, sebabnya ia telah berhasil mengintensifkan produksi padi local yang ditanam diperbukitan kampung itu.
Dari kisah Martini di atas ada satu tahapan iman yang sering kita lupakan yaitu iman yang berdimensi sosial-sistem. Artinya iman yang dimaksud tidak berhenti hanya sampai fase meyakini dalam hati dan berucap/fase individu belaka. Tapi ia mestinya, sebagai pemuka agama, mampu ditransformsikan ke ranah-ranah sosial lainnya; ekonomi, kebudayaan, dan pemerintahan, misalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar